Selasa, 05 November 2013

HATIKU SELEMBAR DAUN
Karya: Sapardi Djoko Damono

Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini
Ada yang masih inginku pandang
yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
sebelum kau sapu taman setiap pagi

  1. Struktur Lahir
  1. Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata oleh penulis untuk menyatakan maksud (Keraf dalam Wahyudi 1989: 242). Dalam puisi ini penyair memilih kata-kata yang agak mudah dipahami oleh pembaca sehingga pembaca tidak terlalu sulit dalam mengetahui maksud dari puisi ini.
  1. Imaji (Citraan)
Pengimajian atau daya bayang adalah kemampuan menciptakan citra atau bayangan dalam benak pembaca. Dalam puisi ini pengarang menggunakan imaji penglihatan, terlihat pada bait ke tiga “ada yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput”
  1. Kata kongkret
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambing. Missal
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll. Sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. Dalam hal ini berwujud pada bait pertama yaitu “hatiku selembar daundan melayang jatuh di rumput”, kata kongkret: “selembar daun” dan “rumput”.

  1. Majas
Dalam puisi ini penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi, terlihat pada bait pertama yaitu “hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput”
  1. Rima dan Irama
Rima adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik dalam larik sajak maupun pada akhir larik sajak. Rima merupakan salah satu unsur penting dalam puisi. Melalui rima inilah, keindahan suatu puisi tercipta. Rima tidak selalu berada di akhir baris dalam satu bait. Sedangkan irama adalah lagu kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya.
Dalam puisi ini penyair menggunakan rima ab-ab dan menggunakan irama yang menunjukan penyelesaian.
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput (a)
Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini (b)
Ada yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput (a)
Sesaat adalah abadi sebelum kau sapu temanmu setiap pagi (b)

  1. Struktur Batin
  1. Tema
Herman J. Waluyo (1987:106) mengatakan “Tema merupakan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair”. Dalam puisi ini penyair mengangkat tema tentang keagamaan yaitu orang yang telah lupa akan kewajiban untuk beribadah. Terlihat pada bait terakhir yaitu “sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi”.
  1. Rasa
Dalam puisi ini penyair merasakan penderitaan akibat ulahnya sendiri. Ia telah lupa akan kewajiban untuk beribadah kepada Allah. Sehingga ia mengalami sakaratul maut yang sangat sulit.
  1. Nada
Penyair menuangkan pendertaan yang dialami kepada pembaca dengan nada penyesalan karena telah menyia-nyiakan waktunya dengan berbuat dosa dan lupa akan kewajiban untuk beribadah kepada Allah.
  1. Suasana
Suasana yang dirasakan dalam puisi ini adalah rasa sedih dan haru karena adanya suatu penyelesaian yang disampaikan oleh sang penyair.
  1. Amanah
Pengarang mengingatkan kepada pembaca akan kencilnya manusia di mata Allah. Oleh karena itu pengarang berpesan kepada pembaca untuk menggunakan waktu sebaik mungkin di dunia ini, bersyukur apabila mendapatkan rahmat dari Allah dan selalu beribadah dan berbuat baik sebelum ajal menjemput.






TAK ADA ARTINYA
Karya: Afrizal

Gema suaranya kembali lagi membuat dinding bunyi
Dari suaranya
Berdiri melingkar
Di depan bulatan penuh perangkap waktu
Jari-jari yang menggenggam tikus
Dan perangkapnya di belakang membuat makan malam
Seperti bayangan yang meninggalkan betuknya
Memecah, tertawa, kisah-kisah perang yang
Dimuntahkan kembali dari ketakutannya
Cermin yang menjadi buta ketika melihat
Diding di dalamnya
Dan selembar rambut di atas koran pagi
Air yang menyebrang di atas jembatan
Melintasi sungai
Melintasi tetesannya
Tanpa prasangka di hadapan daun kering yang
Menyimpan gema dari
Hutannya
  1. Diksi
Diksi atau pilihan kata adalah pemilihan kata oleh penulis untuk menyatakan maksud (Keraf dalam Wahyudi 1989: 242). Dalam puisi “Tak Ada Artinya” karya Afrizal, penyair menggunakan kata-kata yang ambiguitas sehingga pembaca mengalami kesulitan dalam memahami puisi ini.
  1. Pengimajian
Pengimajian atau daya bayang adalah kemampuan menciptakan citra atau bayangan dalam benak pembaca. Dalam puisi ini pengarang menggunakan imaji pendengaran, terlihat dari bait pertama dan “Gema suaranya kembali lagi membuat dinding bunyi”.
  1. Majas
Majas adalah ungkapan gaya dan rasa bahasa yang menunjukkan kepiawaian penyair.
Majas dalam puisi “Tak Ada Artinya”
  1. Majas Personifikasi. Personifikasi ialah mempersamakan benda dengan manusia, hal ini menyebabkan lukisan menjadi hidup, berperan menjadi lebih jelas, dan memberikan bayangan angan yang konkret. Majas personifikasi dalam puisi ini terdapat pada kalimat “Cermin yang menjadi buta ketika melihat”. Kalimat ini dikatakan memiliki majas personifikasi karena kata “cermin” yang memiliki sifat seperti manusia yaitu melihat, padahal yang dapat melihat hanyalah mahluk hidup.
  2. Majas Persamaan atau Simile. Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, artinya ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana dan sebagainya. Persamaan atau simile dalam puisi di atas terdapat pada kalimat “Dan perangkapnya di belakang membuat makan malam Seperti bayangan yang meninggalkan betuknya”. Pada kalimat itu terdapat kata “seperti” yang menjadi ciri majas perbandingan.
  1. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi yang berselang, baik dalam larik sajak maupun pada akhir larik sajak. Rima merupakan salah satu unsur penting dalam puisi. Melalui rima inilah, keindahan suatu puisi tercipta. Rima tidak selalu berada di akhir baris dalam satu bait. Rima juga dapat ditemukan dalam satu baris. Rima pada puisi “Tak Ada Arti” terdapat pada bait ke 14 dan 15. Bukti: “Melintasi sungai” dengan “Melintasi tetesannya”.
Perbandingan Puisi “Hatiku Selembar Daun” Karya Sapardi Djoko Damono dengan Puisi “Tak Ada Artinya” Karya Afrizal

No.
Hatiku Selembar Daun
Tak Ada Artinya
1.
Diksi
Diksi

Sedangkan pada puisi “Hatiku Selembar Daun” menggunakan kata-kata yang mudah untuk dipahami pembaca
Diksi atau pilihan kata dalam puisi “Tak Ada Artinya” menggunakan kata-kata yang sulit untuk dipahami
2.
Imaji
Imaji

Puisi ini menggunakan imaji penglihatan
Imaji pendengaran
3.
Majas
Majas

Puisi “Hatiku Selembar Daun” menggunakan majas personifikasi
Sedangkan puisi “Tak Ada Artinya” menggunakan majas personifikasi dan majas persamaan atau simile